Cerita seperti kisah sejati diatas, untuk dunia saat ini amat lumrah. Dunia
maya menjadi bagian tak terpisahkan dari sebuah relasi cinta. Berapa
banyak kisah-kisah cinta via dunia maya yang berakhir bahagia dan juga
berakhir duka. Salah satu contoh tragis yang mungkin kita ingat baru-baru ini adalah kisah Icha alias Rahmat yang menikah dengan Muhammad Umar yang berkenalan via fb.
Chat,
via YM, FB dan sebagainya memang sangat menggoda. Kita berbicara
seolah-olah orang tersebut benar-benar hadir dihadapan kita. Buaian kata menyentuh perasaan melambungkan pada
fantasi yang membuat kita melayang dalam pesona cinta. Tertawa,
menangis, menahan rindu, bermimpi, melamun dan senyum-senyum sendiri.
Di dunia maya, kita bisa menyembunyikan identitas. Seluruh
kekurangan diri itu tertutupi bersama ayunan jemari kala menekan
tuts-tuts keyboard dan melahirkan kata-kata nan mesra Membuai dalam
alunan cinta. Hasrat semakin menggebu, kata-kata melompat tak
tertahankan seluruh perasaan tumpah ruah tak terkendali.
Selanjutnya,
kita akan benar-benar keranjingan didepan monitor. Dan mulai kehilangan
banyak waktu menghadapi realita, mengurangi bergaul dan berteman di
dunia nyata. Berfantasi untuk sesuatu yang belum tentu terbukti dan
berhadapan muka.
Apakah
memang cinta di dunia maya itu begitu riskan ? Saya tidak berani
mengatakan itu, dan tulisan ini pun tidak bermaksud ‘mengganggu’ orang
yang terlibat asmara dunia maya. Tidak seluruhnya riskan, namun tetap
kita harus memiliki pertahanan diri agar tak terbuai dalam fantasi tentang kesempurnaan pujaan hati.
Jangan Cepat Memutuskan
Menurut
seorang professor sosiologi MIT, Sherry Turkle. Dalam dunia maya
ditemukan eksperimen identitas diri. Eksperimen ini dilakukan untuk
mengubah kekurangan diri dengan citra yang berbeda. Setelah itu hasrat semakin tak terbendung untuk bertemu di dunia nyata. Namun lanjut Turkle, biasanya setelah bertemu lebih banyak yang kecewa.
Berkomunikasi
dengan manusia menurut Hocket&Daneby(1960), melibatkan pesan
verbal, isyarat tubuh yang saling mendukung dan menguatkan. Dan ini tak
terwakili oleh Emoticon untuk mengekspresikan emosi. Sementara
setiap berhubungan dengan manusia entah bercinta ataupun bukan tetap
membutuhkan penyesuaian-penyesuaian . Karena komunikasi dan membangun human relation itu adalah proses yang harus dikembangkan melalui tahapan (DeVito,1997).
Dan
proses ini akan semakin kompleks apabila dihadapkan pada “fenomena
gunung es” yang memberlihatkan tabiat manusia. Karakter yang menyembul dalam
realitas pun tak pernah sungguh-sungguh memperlihatkan “wajah asli”
manusia, karena setiap manusia memiliki latar psikologis, budaya
keluarga, lingkungan, kepercayaan, sejarah hidup. Untuk menemukan
kecocokan diri dengan orang yang kita cintai seluruh latar ini akan
harus teruji di dunia nyata. Sementara di dunia maya, karakeristik dan temperamen itu muncul sangat prematur.
Beberapa ahli psikologi dan komunikasi memberikan saran-saran agar sukses bercinta di dunia maya terutama dengan jarak geografis yang jauh :
1. Jaga keselamatan diri dengan tidak mudah memberikan nomor telefon, alamat rumah, maupun password anda.
2. Sadarilah on line tidak
menggambarkan karakter emosional, etos kerja, keadaan keluarga,
keterampilan hidup dsb. Sementara pernikahan untuk dijalani untuk
prospek jangka panjang.
3. Jangan mudah memutuskan, “Okay, jadian” sebelum benar-benar bertemu muka.
4. Dunia maya memberikan ruang privasi tak terbatas kala sendirian (kesepian lagi), anda akan membebaskan seluruh perasaan membuka rahasia bathin. Tundalah seluruh kalimat-kalimat intim itu sebelum bertemu wajah.
5. Perbanyaklah teman di dunia nyata yang akan lebih memberikan harapan dan kemungkinan.
6. Untuk kopdar di tahap awal, jangan sampai berduaan. Ajaklah teman-teman. Dan langsungkanlah ditempat terbuka.
Selamat berakhir pekan. Semoga bahagia dengan orang-orang yang dicintai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar