Hati-hati dengan hati
Anda. Persaan manusia itu sangat subjektif dan relatif. Dikatakan subjektif itu
karena beda orang bisa beda rasa terhadap suatu masalah. Beda orang bisa beda
persepsi, beda tanggapan emosionil terhadap suatu persoalan atau suatu
fenomena. Dikatan relatif karena di satu orang yang berbeda saja itu pada saat
yang berbeda, mungkin bisa saja temperatur yang berbeda, nuansa suasana yang
berbeda, bahkan mungkin pakaian yang berbeda membuat ia merasanya berbeda
terhadap suatu persoalan yang sama yang tidak berubah.
Bahkan belakangan
Kami temukan bahwa kalau sedang marah atau emosi beranjak gosok gigi dulu
meskipun di siang hari, atau minum yang dingin seperti jus jeruk, jus mangga,
jus semangka dll, itu bahkan bisa merubah suasana persaan dengan drastis
sekali. Kemudian tidak jadi marah, tidak jadi kesal. Ini bukti bahawa perasaan
itu sangat relatif, perasaan itu sangat subjektif, tidak boleh Anda menjadi
korban perasaan. Pagi ini, sore ini jika Anda sedang dihina seseorang, perasaan
pasti kacau dong, ya kan? Tapi yang paling penting adalah Anda tahu, bahwa diri
Anda ini mutlak, keberadaan Anda ini tidak relatif.
|
Jangan biarkan apa
yang anda rasakan terus menerus menguasai hidup anda karan ia belum tentu bener.
Perasaan itu wajar karena kita sebagai manusiawi, kita secara temporer, secara
jangka pendek merespon apa adanya sebuah fenomena atau kejadian yang kita
lihat, rasakan atau kita alami. Boleh perasaan itu masuk 2-3 jam oke lah masih
manusiawi, tetapi jangan sampai 24 jam, kita tahu waktu berjalan terus. Kita
wajib senantiasa mempertahankan keutuhan yang mutlak ini.
Contoh hari ini jika
Ada ingin kesal dengan seseorang, Anda bisa tunda sebentar, kemudian besok atau
lusa baru Anda tanggapi, mungkin rasanya akan berbeda. Baru kepikiran seperti
misalkan “Untung kemarin Aku tidak marah, ternyata tidak gitu-gitu amat
rasanya”. Beda hari bisa beda rasa, makanya menunda untuk marah itu hal yang
baik, kita mungkin tidak jadi marah.
Kita sangat perlu
untuk menguasai perasaan, buka sebaliknya perasaan yang menguasai kita, kitalah
penguasa atas perasaan itu. Pikiran harus sanggup untuk mendampingi perasaan,
bila perasaan sedang labil, maka pikiran akan membantu mikir, itulah gunanya
pikiran. Tuhan menganugrahkan pikiran untuk mendampingin perasaan. Andai kata
tuhan tidak menganugrahi pikiran, dunia ini pasti akan kacau karena semua hal
serba dirasa-rasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar